Wakil Presiden (Wapres) Boediono mempersoalkan kerasnya suara azan yang keluar dari pengeras suara masjid. Wapres bahkan mengusulkan agar ada pengaturan azan. Hal ini sontak membuat polemik. Salahkah pernyataan Wapres Boediono?
Kementerian Agama sesungguhnya telah mengeluarkan sebuah peraturan sejak 1978. Peraturan itu tertuang dalam Instruksi Direktur Jenderal Bimas Islam Nomor KEP/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Mushalla.
Dalam instruksi itu tertulis suara azan sebagai tanda masuknya salat memang harus ditinggikan.
"Dari tuntutan Nabi, suara azan sebagai tanda masuknya salat memang harus ditinggikan. Dan karena itu penggunaan pengeras suara untuknya adalah tidak dapat diperdebatkan, yang perlu diperhatikan adalah agar suara muazin tidak sumbang dan sebaliknya enak, merdu, dan syahdu," demikian tertulis dalam poin 5 Syarat-syarat Penggunaan Pengeras Suara dalam instruksi tersebut, seperti dikutip dari website bimasislam.kemenag.go.id, Sabtu (28/4).
Dalam instruksi itu juga disebut mereka yang menggunakan pengeras suara (muazin, pembaca Alquran, imam salat dan lain-lain) hendaknya memiliki suara yang fasih, merdu, tidak sumbang atau terlalu kecil. Hal ini untuk menghindarkan anggapan orang luar tentang tidak tertibnya suatu masjid.
Selain itu, penggunaan pengeras suara juga harus memenuhi syarat seperti tidak boleh terlalu meninggikan suara saat berdoa, zikir, dan salat (azan tidak disebut). Sebab, pelanggaran terhadap hal itu akan menimbulkan antipati.
Tak hanya itu, penggunaan pengeras suara di masjid juga harus memenuhi syarat di mana orang yang mendengar merasa dalam keadaan siap untuk mendengarnya, bukan dalam waktu tidur, istirahat, sedang beribadah atau melakukan upacara (kecuali panggilan azan).
Mengundang polemik
Kontroversi seputar pernyataan Wapres Boediono pun muncul. Ketua DPP PPP, Muhammad Arwani Thomafi bahkan menyebut wapres semestinya tak mengurusi masalah azan. Sebab, masih banyak masalah rakyat yang perlu diurus.
"Mending urusin rakyat, masa wapres urusin azan," kata Arwani.
Anggota Komisi VIII DPR ini meminta Wakil Presiden Boediono memberikan penjelasan soal pernyataannya tentang pengaturan suara azan. Sebab, pernyataan tersebut bisa melukai hati umat Islam.
"Persoalan bangsa ini masih banyak yang memerlukan perhatian pemerintah. Wapres harus mengklarifikasi pernyataannya, karena bisa melukai hati umat Islam Indonesia," kata dia.
Tak hanya Arwani yang keberatan atas pernyataan wapres. Ketua Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia Ali Mochtar Ngabalin juga mengaku keberatan jika suara azan di masjid diatur.
"Saya keberatan pernyataan Wapres Boediono. Tidak cocok jika beliau bicara di Muktamar Dewan Masjid Indonesia," kata Ngabalin.
Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan tidak ada masalah azan disiarkan dengan suara keras. Pasalnya, sekeras-kerasnya suara azan bertujuan untuk mengumumkan waktu salat kepada umat.
"Enggak ada masalah (suara azan keras) asal disiarkan tepat pada waktunya. Ya sekeras-kerasnya suara azan asal pada waktunya tidak masalah," kata Ketua MUI Amidan
Pernyataan Wapres Boediono yang diungkapkannya saat membuka acara Muktamar VI Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, tentu menyorot perhatian publik. Publik pun menanti penjelasan sang wapres. (merdeka.com)
0 comments:
Post a Comment